Kamis, 31 Mei 2012



Hari menjelang petang..penat datang menghampiri usai jam sekolah berlalu... " Assalamualaikum " ucap seorang tamu yang ternyata wali murid saya yang juga teman sekolah... " Waalaikumsalam" jawab saya sembari mempersilahkannya masuk ke rumah. " Syeh....( begitu dia biasa memanggil saya) ana pinjam KTP sama KK ente....! " Untuk apa...? tanya saya penasaran. " Wes tah ndak pa-pa" tanpa ada rasa curiga sedikitpun kuserahkan KTP berikut KK saya yang diminta. Tak lama kemudian ia kembali lagi kerumah dengan membawa kwitansi dari rental mobil. " Afwan... ini ada mobil rental...besok ente bisa pake 1 x 24 jam" Ha..........aku langsung speechless tak bisa berkata-kata....

Tak habis sampai disitu keajaiban Allah....Menjelang tidur malam hari.... Seorang tamu datang lagi kerumah bersama dengan istri serta anaknya yang kebetulan akan sekolah keluar kota.
" Ustadz... ini masnya mau berangkat sekolah. Mohon doa restunya dan mohon maaf kalo ada hal-hal yang kurang berkenan dihati selama belajar bersama ustadz" begitu pamitnya sambil menempelkan amplop ditangan saya. Begitu tamu sudah tidak kelihatan, saya dqan istri membuka amplop yang ternyata subhanalloh.... 2 lembar uang kemerah-merahan ada didalamnya. 

Paginya... 

Sudah siap gak, Mi?

Ya, Ya.. bentar lagi.

Jawab istri saya sambil menyiapkan sedikit perbekalan sebelum perjalanan pagi dimulai. Ummi itu panggilan akrab saya ke istri setelah nikah dan buya itu panggilan akrab istri ke saya.
Panggilan mungkin sebutan yang biasa di banyak kalangan suami-istri. Mungkin kebanyakan orang memanggil istrinya dengan sebutan adik, mama, atau sebatas nama. Begitu juga istri ke suami. Tapi buat saya dan istri, panggilan buya-ummi itu lebih dari sebuah nama untuk ayah-ibu bagi anak atau panggilan pribadi masing-masing.

Lebih dari itu. Tidak sekedar panggilan tanda kedewasaan, tapi juga kasih sayang. Istri saya sejak dulu, sebelum nikah, memang inginnya dipanggil dengan sebutan ummi. Dan biar klop, saya pun mengikuti keinginannya, agar saya dipanggil buya. Keihlasan suami-istri ini penting untuk mengawali sebuah hubungan yang lebih serius; pernikahan.

Setelah istri saya, Nur Aini, siap dengan bekalnya kita pun berangkat menuju tempat  untuk melepaskan kepenatan setelah sekian lama berkutat dengan urusan rumah dan kerjaan; Selecta……...


Sambil menikmati pagi yang indah dan deburan air yang seakan pelan, perbincangan hangat mengalir begitu saja. Perbincangan dari timur ke arah barat. Inilah pentingnya mencari tempat perbincangan.

Angin yang sejuk seperti tahu hati saya sekarang lebih tenang dari sebelumnya.

Untuk mencairkan perbincangan yang biasanya kaku atau tidak membuat hati sreg, coba saja bicara di tempat penuh kenangan buat kita. Gak perlu jauh-jauh, kalau tempat itu hanya sebuah tanah lapang, tapi memberi kesan, coba sesekali mengenang masa lalu yang sudah diukir di sana. Biasa komunikasi lebih dekat ke hati, bukan emosi.

  Resep cinta bersama pasangan yang saya biasakan dalam rumah tangga juga memberi waktu yang cukup untuk istri dan anak.

Saya paham dan sadar, istri saya butuh waktu bersama dengan saya sebagai pasangan sahnya. Begitu juga anak-anak saya, M.Dhiyaul Khoiri dan Shofia Azzahra. Sesekali saya menangkap tanda itu. Sikap istri yang tidak biasa tentu bisa diartikan sebagai caranya mencari perhatian.

Buya, tolong ambilin sisir Rara! ( panggilan untuk anak kami yang kedua).

Pintanya pelan.

Aneh saya pikir. Sisir yang tidak lebih dari lima puluh senti jaraknya dari tempat duduknya kok malah minta tolong. Padahal tidak begitu sibuk mengurusi rara. Dan saya pikir dia bisa melakukannya sendiri. Tapi kenapa meminta bantuan? Nah, ini bisa jadi pertanda dia memang butuh penyegaran. Bisa jadi karena suntuk juga di rumah. Baiklah. Jalan-jalan lagi.


Jadi dengan tiga resep di atas tadi semoga bisa dicoba dan semoga Allah memberkahi para istri dan suami, dan semoga kebaikan tetap melingkupi kalian. Semangat menempuh bahtera rumah tangga. Karena akan berlayar jauh, maka jagalah bahtera ini sampai pada tujuan.